Senin, 8 Desember 2008. Setahun lalu itu adalah tahun kelima saya merayakan Idul Adha di kota gudeg, Yogyakarta. Hari itu begitu sepesial, hujan rintik-rintik menghiasi hari raya qurban. Gerimis lembut itu seakan menambah kesejukan pagi 10 Dzulhijah 1429 Hijriah. Menambah rasa syukur atas karunia yang diberikan Alloh Swt.
Saya berangkat menuju lapangan bersama teman satu kos saya. Setelah sampai, hmm… lagi-lagi, tukang balon, lagi-lagi. Dari dulu memang tukang balon selalu ada. Ini satu masalah serius bung. Dilematis. Di satu sisi tukang balon sedang berusaha mencari rizki Alloh dan mereka menganggap bahwa ini adalah moment yang sangat tepat untuk berjualan, pendapatan pasti naik berlipat-lipat. Di sisi lain adanya tukang balon sangat mengganggu khidmadnya sholat Idul Adha, karena akan banyak anak kecil yang merengek-rengek minta dibeliin balon.
Saya kebetulan sholat bersebelahan dengan seorang bapak-bapak yang membawa anaknya. Jujur dari awal saya tidak bisa khusyu’. Soalnya dari pertama takbir saja anak si bapak ini sudah merengek-rengek minta dibeliin balon, sampai akhirnya dirokaat kedua si Bapak membatalkan sholatnya karena si anak nangis.
Besok Jum'at, 27 November 2009 adalah idul adha ke 6 di Jogja, akankah terjadi hal serupa? Wallohualam... Yang jelas bukan berarti saya tidak menghendaki para tukang balon, tapi setidaknya tukang balon pun menghormati idul adha dengan menghentikan jual beli ketika sholat ied dan ceramah sedang berjalan.
Selamat hari raya idul adha....
Saya berangkat menuju lapangan bersama teman satu kos saya. Setelah sampai, hmm… lagi-lagi, tukang balon, lagi-lagi. Dari dulu memang tukang balon selalu ada. Ini satu masalah serius bung. Dilematis. Di satu sisi tukang balon sedang berusaha mencari rizki Alloh dan mereka menganggap bahwa ini adalah moment yang sangat tepat untuk berjualan, pendapatan pasti naik berlipat-lipat. Di sisi lain adanya tukang balon sangat mengganggu khidmadnya sholat Idul Adha, karena akan banyak anak kecil yang merengek-rengek minta dibeliin balon.
Saya kebetulan sholat bersebelahan dengan seorang bapak-bapak yang membawa anaknya. Jujur dari awal saya tidak bisa khusyu’. Soalnya dari pertama takbir saja anak si bapak ini sudah merengek-rengek minta dibeliin balon, sampai akhirnya dirokaat kedua si Bapak membatalkan sholatnya karena si anak nangis.
Besok Jum'at, 27 November 2009 adalah idul adha ke 6 di Jogja, akankah terjadi hal serupa? Wallohualam... Yang jelas bukan berarti saya tidak menghendaki para tukang balon, tapi setidaknya tukang balon pun menghormati idul adha dengan menghentikan jual beli ketika sholat ied dan ceramah sedang berjalan.
Selamat hari raya idul adha....

0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar kawan. Mudah kok, tinggal pilih dengan akun Googel, Wordpress, Nama dan URL/Nama Saja, atau Anonymous :)